Urban Art Pantura: Kisah Lukisan ‘Pantat’ Truk

Sovomore
4 min readAug 27, 2021

--

Kutunggu Jandamu’, ‘Sobat Ambyar’, ‘Surga di Telapak Kaki Ibu’,

Nerakaku Bukan Urusanmu, Surga Belum Tentu Jadi Tempatmu

Slogan unik dipadukan dengan lukisan perempuan seronok maupun seorang yang berpengaruh tentu bukan merupakan pemandangan yang asing bagi rakyat Indonesia. Berisikan kalimat sederhana dari bahasa Indonesia maupun bahasa daerah membuat lukisan yang disertai slogan unik ini menjadi hiburan murah bagi pengendara di perjalanan.

Di tengah padatnya jalan dan suntuknya perjalanan, tulisan-tulisan ini kerap menggelitik siapapun yang melihat dan membaca kalimat bernada nakal di pantat truk itu. Justru lukisan ini secara tidak sengaja sering kali menumpas kantuk dan jenuh di tengah kemacetan. Namun sangat disayangkan, salah satu bentuk seni urban ini makin jarang ditemui belakangan ini.

Mengenal Bentuk Urban Art

Menurut Herbert Read, pengertian seni adalah ekspresi dari penuangan hasil pengamatan dan pengalaman yang dikaitkan dengan perasaan, aktivitas fisik dan psikologis ke dalam bentuk karya. Didukung dengan pendapat filsuf asal Amerika Serikat, Susanne K. Langer, yang tidak setuju dengan pendapat kuno yang menyatakan bahwa seni merupakan produk tersier atau mewah dari suatu peradaban.

Seni urban adalah seni yang mencirikan perkembangan kota dan perkembangan itu kemudian melahirkan masyarakat yang secara struktur dan kultur berbeda dengan masyarakat pedesaan. Adanya migrasi dan urbanisasi menyebabkan masyarakat yang tadinya bersifat homogen menjadi heterogen. Keberagaman ini memicu munculnya karya responsif terhadap kondisi sekitar.

Lukisan truk tergolong kategori seni urban karena merupakan karya seni yang galerinya ditampilkan pada ruang publik yang tidak terjamah, mengkritik keadaan masyarakat sekaligus sebagai ajang komunikasi antar masyarakat. Maka dari itu yang diekspresikan adalah bentuk potret masalah yang mendominasi masyarakat urban yaitu masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Suara Rakyat Melalui Karya Seni

Lukisan maupun slogan pada pantat truk ini juga merupakan bentuk penyuaraan sedikit dari pemikiran maupun penggambaran kehidupan masyarakat urban. Mengutip dari Jurnal Seni Nasional CIKINI karya Nicholas Wila Adi bahwa lukisan truk itu hendak menyampaikan sebuah gambaran kehidupan keras yang didominasi kaum laki-laki, pendidikan rendah, ekonomi sesak, menganggap wanita adalah objek seksual, dan lainnya.

Tidak hanya itu, pesan yang dibawa di lukisan truk juga seringkali berisi do’a, dakwah ataupun kutipan pidato orang-orang hebat di bangsa ini. Karya seni ini juga dapat menjadi media yang mengingatkan atas segala perjuangan pahlawan bangsa, sekaligus menjadi bentuk kritik untuk kaum elit pemerintahan yang hanya memikirkan diri sendiri.

Selain itu, contoh lain seperti “Dua Anak Cukup, Dua Istri Ribut” merupakan secuil bentuk tanggapan masyarakat terhadap slogan keluarga berencana yang digagas oleh pemerintah di era orde baru. Selain bentuk respon atas gagasan pemerintah, slogan tersebut juga sebagai kritik pedas dan pengingat bagi seorang yang hendak poligami/poliandri bahwa hal tersebut tidaklah mudah karena turut diikuti oleh tanggung jawab yang besar.

Mengenal Sosok Dibalik Karya Seni Pantat Truk

Remember when Iwan Fals said..

“Untukmu yang duduk sambil diskusi

Untukmu yang biasa bersafari

Di sana, di gedung DPR

Di kantong safarimu kami titipkan

Masa depan kami dan negeri ini

Dari Sabang sampai Merauke”

Sama halnya dengan Iwan Fals yang menyuarakan melalui lagu, rakyat kecil juga dapat menyuarakan pendapatnya melalui karya seni seperti yang dilakukan oleh Jamari dan teman komunitas lukis lainnya. Tidak hanya kritik terhadap pemerintah, karya seni pantat truk juga sering dijadikan media bagi para supir untuk menuliskan apa yang tidak berani dikatakan di kehidupan nyata.

Semakin berat muatanku, semakin ringan cicilan keluargaku” atau “Semua ini kulakukan demi Nyai dan Buah hati” merupakan contoh karya yang menggambarkan kemaskulinan sang supir. Ada pula yang menolak pinangan temannya terhadap anaknya melalui karya seni di pantat truknya. “Ora Butuh Mantu Supir” terlukis di pantat truk milik Supriyadi, supir trans Sumatera yang menolak temannya yang meminang anak semata wayangnya.

Namun seiring berkembangnya zaman serta menyesuaikan keadaan yang ada, anggota komunitas lukis ini mulai mengalami banyak kesulitan.

Lika Liku Karya Seni Pantat Truk

Asal mula tren lukis pantat truk ini masih menjadi misteri. Banyak yang melacak proses kelahiran tradisi ini tapi tidak menemukan titik terang. Mobilitas truk yang tidak pernah berhenti dari satu kota ke kota lain mempersulit pelacakan akar pengaruh tren ini. Dari sekian wawancara dari beberapa sumber, pakar menduga bahwa tren ini bermula pada akhir dekade 1970-an. Tren ini terus berkembang hingga mencapai puncaknya pada awal dekade 2000-an.

Namun dewasa ini, Jamari menyampaikan bahwa hiasan truk tidak dapat warna warni seperti satu dekade yang lalu. Hal ini dipengaruhi banyak faktor antara lain selera supir yang bergeser, sikap aparat kepolisian yang menahan truk dengan gambar vulgar maupun mengandung suku ras agama (SARA), serta kepercayaan takhayul yang dianut bahwa para supir merasa gambar di pantat truknya dapat mendatangkan petaka dalam perjalanan.

Jadi karya seni lukis pantat truk apa favorit kamu?

Referensi:

Segurat Kisah dari Pantura (2020). Diakses dari: https://www.thefineryreport.com/articles/2020/10/30/segurat-kisah-dari-pantura

Nicholas Willa Adhi Pratama (2020). Fenomena di Balik Lukisan Bak Truk. Diakses dari: https://journal.ubm.ac.id/index.php/rupa-rupa/article/view/219

Antonius S (2016). Pelukis Bak Truk di Era Digital. Diakses dari: https://truckmagz.com/pelukis-bak-truk-di-era-digital/

M. Prawiro (2020). Pengertian Seni: Fungsi, Tujuan, dan Macam-Macam Seni. Diakses dari: https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-seni.html

--

--

Sovomore
Sovomore

Written by Sovomore

Highlighting social, economic, political, and pop culture issues — in an adequate portion. #tobeMORE

No responses yet