Media Sosial Si Pencuri Atensi: Bagaimana TikTok Menghipnotis Penggunanya
Berawal dari niat untuk membuat kita tertidur, tanpa kita sadari aplikasi TikTok ini justru membawa kita menyelami seluruh video yang ada di halaman “For You”. Bahkan tak jarang yang awalnya ingin berhenti dalam 15 menit, justru bertahan hingga berjam-jam di hadapan video baru yang terus bermunculan dan tak henti-hentinya menarik perhatian kita. TikTok seolah tak memberikan sedikitpun celah untuk merasa bosan.
Tiktok Reach Around The World
Kesuksesan TikTok dalam tiga tahun terakhir membuatnya menjadi salah satu raksasa social media di dunia. Menurut perkiraan App Annie, active users dari TikTok di tahun 2021 dapat menyentuh angka 1,2 miliar secara keseluruhan. Sedangkan populasi dunia saat ini berjumlah 7,6 miliar orang yang artinya TikTok telah digunakan 15,7% orang di dunia. Ini menunjukkan bahwa TikTok telah mengubah bagaimana kita menggunakan sosial media dalam kehidupan sehari-hari kita.
Di bulan Januari 2021, TikTok for Business merilis data yang menunjukkan bahwa pengguna aktif TikTok rata-rata menghabiskan 89 menit setiap harinya untuk menjelajahi video-video baru yang terus bermunculan setiap harinya. Hampir satu setengah jam setiap harinya!!!
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, TikTok telah mengubah bagaimana kita menggunakan sosial media. Algoritma TikTok membuat kita sulit untuk berhenti dari bayang-bayang video menarik selanjutnya. Lebih dari itu, TikTok memiliki perbedaan yang tidak disadari dibandingkan dengan media sosial lain seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Lalu, dimana perbedaannya?
TikTok and Other Social Media Differences
Di social media lain, kita hanya berinteraksi layaknya kehidupan nyata dimana sosial media menjadi representasi diri kita masing-masing. Sedangkan TikTok dirancang untuk mendorong penggunanya untuk berinteraksi dengan dua cara, yaitu dengan algoritma trending sesuai selera dan minat penggunanya seperti YouTube dan yang kedua dengan konten yang merepresentasikan diri mereka.
TikTok seolah merupakan gabungan antara “Traditional Social Networking Sites” dengan YouTube. Meskipun begitu, TikTok masih mempunyai perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan YouTube.
Kita ambil contoh saat kita pertama kali membuka YouTube, mungkin akan terlihat sama karena keduanya sama-sama menggunakan algoritma untuk menyuguhkan hal-hal trending dan konten-konten sesuai minat penggunanya. Tetapi perbedaannya adalah YouTube memberikan kita kebebasan untuk memilih apa yang akan kita lihat sedangkan TikTok tidak. Saat pertama kali membuka aplikasi, kita langsung “dipaksa” untuk menonton. Yang bisa kita lakukan? Hanya men-scroll hingga tak terasa banyak waktu kita yang telah hilang.
Perbedaan lainnya adalah TikTok dapat membuat penggunanya tetap terkoneksi satu sama lain layaknya social media pada umumnya. Sedangkan YouTube hanya menjadikan platform comment menjadi satu-satunya tempat untuk berinteraksi.
Personalized Video vs Generalized Video
Penelitian telah dilakukan di China untuk membedakan aktivitas otak seseorang yang diberikan video dengan algoritma yang sesuai dengan selera yang disebut dengan “Personalized video” dengan seseorang yang diberikan video yang muncul saat pertama kali mengunduh TikTok yang disebut dengan “Generalized video”. Penelitian ini dilakukan pada 30 orang dengan menganalisis aktivitas otak pada saat menonton personalized video dibandingkan dengan saat menonton generalized video.
Saat menonton personalized video, bagian otak yang banyak mengandung dopamine, zat yang dapat meningkatkan suasana hati, mengalami peningkatan aktivitas. Inilah yang kemudian membuat kita dapat bertahan begitu lama karena semakin banyak video yang kita lihat semakin banyak “reward” yang otak kita dapatkan.
Di tempat lain, penurunan aktivitas terjadi pada salah satu bagian otak yang dinamakan precuneus dan cingulate cortex. Berkurangnya aktivitas tersebut menyebabkan penurunan self-control seseorang dan hal inilah yang kemudian dapat memunculkan gangguan kepribadian seperti kecemasan berlebih, kesepian, dan kecenderungan untuk menjadi impulsif.
How to Deal with TikTok
TikTok sebenarnya juga tak sepenuhnya menjadi stimulan negatif untuk otak dan waktu kita. Kebijakan penggunanya lah yang dapat mengarahkan Tiktok ke arah hal-hal positif. Banyak juga video yang mengandung unsur edukasi dan tutorial-tutorial sangat membantu kehidupan kita sehari-hari. Tak hanya itu, seorang content creator dapat menjadikan TikTok sarana untuk menunjukkan karya-karya terbaiknya. Bahkan lebih dari itu, TikTok dapat menjadi platform untuk mempromosikan produk-produk yang kita jual. Lalu, langkah apa yang harus kita lakukan untuk menggunakan TikTok secara bijaksana tanpa harus menyingkirkannya dari daftar social media kita?
Setelah menyadari banyak waktu yang kita habiskan untuk bermain TikTok, beberapa dari kita pasti mulai bertanya-tanya. Apakah baik-baik saja jika kita terus menggunakan aplikasi ini? Apakah meng-uninstall TikTok membuat ruang waktu kita menjadi lebih baik? Semua kembali pada bagaimana cara kita menggunakannya. Apakah TikTok menjadi tempat untuk meningkatkan kapasitas kita? Atau hanya menjadi relawan pertunjukan TikTok untuk terus menerus terhipnotis?. It’s all depends on your choice.
Referensi :
Bhandari, A, & Bimo, S. (2020, October). TikTok and the Algorithmized Self: A New Model of Online Interaction. Paper presented at AoIR 2020: The 21th Annual Conference of the Association of Internet Researchers. Virtual Event: AoIR. Diakses dari : http://spir.aoir.org
Su, C., Zhou, H., Gong, L., Teng, B., Geng, F., & Hu, Y. (2021). Viewing personalized video clips recommended by TikTok activates default mode network and ventral tegmental area. NeuroImage, 237, 118136. Diakses dari : https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1053811921004134
App Annie. (2020, November 11). Tik Tok Set to reach 1.2 Billion Average Monthly Active Users in 2021 Predicts App Annie. Diakses dari : https://www.prnewswire.com/news-releases/tik-tok-set-to-reach-1-2-billion-average-monthly-active-users-in-2021-predicts-app-annie-301170855.html