Keadilan Untuk Perempuan di Afghanistan: Your Voice Matters!

Sovomore
4 min readSep 3, 2021

--

“Perang Senjata Usai, Perang Kemanusiaan Dimulai”

Kemelut antara Amerika dan Afghanistan akhirnya usai. Invasi Amerika Serikat ke Afghanistan dimulai pada tahun 2001 dengan tujuan mencari Osama Bin Laden setelah tragedi 9/11. Taliban diduga menjadi rumah persembunyian Bin Laden. Akhirnya, perburuan Bin Laden membuahkan hasil dengan kematiannya pada bulan Mei 2011. Digadang akan angkat kaki, invasi Amerika Serikat di Afghanistan terus berlanjut.

“The central goal of the terrorists is the brutal oppression of women — and not only the women of Afghanistan,” President George W. Bush

Amerika Serikat lalu mengeluarkan pernyataan bahwa musuh besar selanjutnya yaitu teroris yang melakukan penindasan brutal terhadap kaum perempuan di Afghanistan. Hingga pertengahan tahun 2021, jumlah warga sipil yang terbunuh dan terluka meningkat 47 persen dibandingkan dengan paruh pertama tahun 2020. Pemerintah Afghanistan menuduh hal tersebut disebabkan oleh Taliban yang menolak gencatan senjata.

Tanggal 31 Agustus 2021, seluruh pasukan Amerika Serikat wajib angkat kaki dari Afganistan. Tanda merdekanya Afghanistan? Siapa bilang? Pengambilalihan Taliban terhadap pemerintahan Afghanistan menimbulkan kekacauan yang tak kunjung usai. Bandara di Kabul pun terus dipenuhi oleh warga yang ingin keluar dari Afghanistan. Merdeka? Bahkan warganya sendiri tidak mengakui pemerintahannya sendiri, Taliban.

Perhatian seluruh dunia pun fokus ke tanah Afghanistan. Bagaimana tidak? Berbagai isu sosial merebak di bawah kekuasaan Taliban, salah satunya perlakuan tidak adil kepada kaum perempuan di Afghanistan. Bukannya ingin ikut campur dengan kedaulatan negara lain, namun kita berbicara perihal hak asasi manusia di sini.

Terakhir kali Taliban memegang kekuasaan di Afghanistan berlangsung pada akhir 90-an dan hingga 2000-an, represi atau penindasan adalah ciri gaya pemerintahan mereka. Hal ini berlaku terutama untuk wanita. Anak perempuan tidak bisa bersekolah, perempuan tidak dapat memiliki pekerjaan atau meninggalkan rumah mereka tanpa seorang kerabat laki-laki yang menemani mereka. Mereka yang menentang arahan Taliban seringkali dihukum secara brutal, dengan cambuk atau pemukulan.

Setelah 20 tahun berjalan, bencana kemanusiaan yang dahulu menjadi mimpi buruk terjadi kembali. Menjadi perhatian dunia Taliban berusaha untuk mengubah citra diri mereka menjadi sedikit lebih moderat. Juru bicara Taliban telah meyakinkan publik bahwa perempuan akan diizinkan pergi bekerja dan sekolah. Namun, bagaimana kenyataanya?

Tidak sampai sebulan, bukannya fokus pada kestabilan negara pasca pengalihan kekuasaan. Taliban justru melakukan penindasan dan diskriminasi. Dengan kata “rezim telah berubah”, jurnalis wanita dipaksa berhenti bekerja secara pihak. Peraturan ini berlaku juga dengan profesi lainnya.

Berbagai laporan telah muncul tentang Taliban pergi dari rumah ke rumah untuk menyusun daftar wanita dan gadis berusia antara 12 dan 45 tahun yang kemudian dipaksa menikah dengan pejuang Taliban. Perempuan diberitahu bahwa mereka tidak bisa meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki, tidak bisa lagi bekerja atau belajar atau bebas memilih pakaian yang ingin mereka kenakan, sekolah-sekolah juga diliburkan. Lantas, para organisasi non-profit kemanusiaan di Afghanistan juga khawatir akan nasib para aktivis dan relawan perempuan mereka.

Masih banyak relawan yang mencoba membantu, terutama wanita walaupun tidak semuanya. Namun sekali lagi, kembalinya Taliban telah membahayakan banyak nyawa, termasuk mereka yang bekerja dengan militer AS atau pasukan koalisi atau organisasi internasional atau pemerintah Afghanistan. Etnis dan agama minoritas juga menghadapi ancaman nyata. Ada juga perempuan yang menjadi pemimpin dalam dua dekade terakhir — aktivis, advokat, dan pemimpin politik, yang khawatir mereka akan menjadi sasaran langsung Taliban. Mereka tidak bisa tinggal di Afghanistan dan aman.

merdeka/mer·de·ka/ /merdéka/

  1. bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya) 2. tidak terkena atau lepas dari tuntutan. 3. tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu — Kamus Besar Bahasa Indonesia

Melalui kisah diatas, tak ada satupun yang menggambarkan cerminan bahwa Afghanistan telah merdeka. Tak ada satu pembenaran yang bisa dijadikan argumen akan eksistensi Taliban. Baru sebulan, daftar diskriminasi dan penindasan kemanusiaan telah dilakukan.

Berlapis senjata dan pasukan, Taliban tidak ada artinya apabila dunia bersuara. Cepat atau lambat, Taliban akan kehabisan dana. Persetujuan internasional mengenai penghentian bantuan dana ke Afghanistan perlu dilakukan. Apabila keberadaan Taliban tidak bisa diberantas, setidaknya dunia internasional bisa menyelamatkan mereka yang ingin diselamatkan, mereka yang tertindas, mereka yang merasa terancam. Penjemputan warga negara asing yang berada di Afghanistan perlu terus digencarkan. Visa khusus untuk imigran Afghanistan perlu dibuka pada semua negara, tidak hanya Amerika.

Aktivis mengatakan masih ada peran komunitas internasional dalam membantu orang-orang yang tetap tinggal di negara itu. Bantuan internasional, khususnya, untuk membantu krisis kemanusiaan yang akan datang dan mencoba menopang organisasi yang memang menyediakan layanan kesehatan dan dukungan lainnya.

Dukungan internasional mungkin bergantung pada apa yang mungkin dilakukan Taliban terkait hak-hak perempuan di Afghanistan. Tetapi saat ini, ada keadaan darurat segera — untuk mengevakuasi wanita yang menjadi sasaran Taliban atau takut mereka akan segera melakukannya. Mereka yang berada di Afghanistan, yang sangat ingin pergi, kemungkinan besar percaya bahwa mereka tidak punya pilihan lain, pergi atau mati.

--

--

Sovomore
Sovomore

Written by Sovomore

Highlighting social, economic, political, and pop culture issues — in an adequate portion. #tobeMORE

No responses yet